Ekonom UGM: Perang Iran-Israel dan Penutupan Selat Hormuz Bisa Timbulkan Krisis Ekonomi Global
- (Foto AP/Baz Ratner)
Jakarta, VIVA – Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan, dampak perang Iran-Israel terutama setelah keterlibatan Amerika Serikat (AS) terhadap gejolak harga minyak dunia bakal makin signifikan ke depannya. Sebab dalam serangan pertama Israel ke Iran beberapa waktu lalu saja, hal itu langsung menaikkan harga minyak dunia secara signifikan antara 8-10 persen.
Meskipun serangan AS ke Iran kemarin tidak berdampak langsung karena tidak menyebabkan kenaikan harga minyak dunia, namun faktor kenaikan harga minyak itu justru akan terjadi usai Iran mengumumkan rencana penutupan Selat Hormuz.
"Kalau kemudian Iran benar-benar menutup Selat Hormuz, dimana hal itu sudah diusulkan parlemennya, nah itu saya kira dampaknya akan sangat signifikan dan akan langsung (terhadap harga minyak dunia)," kata Fahmy saat dihubungi VIVA, Senin, 23 Juni 2025.
Foto ilustrasi minyak dunia
Dia memprediksi bahwa kenaikan harga minyak dunia usai penutupan Selat Hormuz itu bisa mencapai US$100 per barel. Bahkan, IMF sendiri telah memprediksi bahwa kenaikan harga minyak dunia akan menyentuh angka US$130 per barel, apabila Selat Hormuz benar-benar diblokade Iran.
"Karena Selat Hormuz itu menjadi lalu lintas pengangkutan minyak dan juga komoditas yang lain secara global. Nah, kalau itu terjadi, maka harganya (minyak dunia) pasti naik, dan juga akan menimbulkan krisis ekonomi global. Bahkan AS juga akan kena dampaknya, termasuk Indonesia," ujar Fahmy.
Terkait posisi Indonesia sebagai net-importir minyak, Fahmy memastikan bahwa Indonesia akan dihadapkan pada dilema yang sangat serius dengan meroketnya harga minyak dunia tersebut.
Menurutnya, harga BBM non-subsidi otomatis akan ikut naik karena selama ini harganya memang ditentukan oleh mekanisme pasar. Namun, nyatanya harga BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar juga berpotensi naik, mengingat pemerintah juga mesti mengurangi beban subsidi BBM dalam APBN.
"Ini akan jadi masalah, dan pemerintah dihadapkan pada satu dilema yang tidak mudah dipecahkan. Kalau pemerintah menaikkan harga BBM subsidi, itu memang dapat mengurangi beban BBM non-subsidi (dalam APBN)," kata Fahmy.
"Tapi kenaikan harga BBM subsidi itu sudah pasti akan menyulut inflasi, menurunkan harga beli, dan bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi," ujarnya.